Faktatoday.com – Tanjung Jabung Timur – Lebih dari seperempat abad Kabupaten Tanjung Jabung Timur berdiri, tetapi satu ironi besar terus menghantui. Dusun Geragai, salah satu dusun tertua di kabupaten ini, hingga kini masih hidup dalam kegelapan. Listrik PLN—yang semestinya menjadi hak dasar masyarakat—tak pernah hadir, seakan hanya menjadi mitos politik yang tak kunjung terbukti.
Kenyataan pahit ini kini memasuki babak baru. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Lumbung Samudra Berkeadilan, di bawah komando Sahroni Ishak Jamaluddin, dengan lantang menyatakan siap mengajukan gugatan class action terhadap Pemerintah Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Gugatan tersebut lahir dari amarah dan kekecewaan panjang warga yang merasa diabaikan, dianaktirikan, dan diperlakukan tidak adil.
Sejak pemekaran kabupaten pada tahun 1999, sudah empat kali pergantian bupati terjadi. Janji pemerataan pembangunan selalu digaungkan, tetapi bagi warga Dusun Geragai, janji itu hanyalah retorika kosong. Malam demi malam mereka masih bergantung pada lampu minyak, genset, mesin diesel, atau panel surya seadanya. Tidak sedikit warga yang akhirnya menyerah pada gelap gulita karena tidak mampu membeli bahan bakar.
“Kalau bicara pembangunan, mestinya semua masyarakat mendapat hak yang sama. Tapi faktanya diskriminatif. Dusun tua dibiarkan gelap, sementara wilayah transmigrasi justru mendapat sorotan terang,” tegas Sahroni dengan suara yang menggetarkan.
Lebih jauh, ia menekankan bahwa listrik bukanlah barang mewah, melainkan kebutuhan vital yang menopang pendidikan, kesehatan, hingga denyut nadi perekonomian rakyat. “Kondisi ini bukan sekadar kegagalan teknis, melainkan bentuk nyata kelalaian negara dalam memenuhi hak dasar warganya,” tambahnya.
Ketimpangan mencolok ini, menurut Sahroni, menunjukkan rapuhnya perencanaan pembangunan daerah. Alih-alih fokus menyelesaikan problem nyata masyarakat, pemerintah daerah justru sibuk membangun citra keberhasilan di atas kertas.
Kemarahan warga yang lama terpendam kini telah berubah menjadi tekad hukum. Gugatan class action dipandang sebagai jalan terakhir untuk menagih keadilan, setelah berbagai aspirasi dan jeritan warga tak pernah direspons serius.


